Pembentukan Awan dan Hujan




Pembentukan Awan Dan Hujan (SIKLUS HIDROLOGI)
 

Awan, kumpulan bintik-bintik air yang melayang-layang di udara setelah mengalami kondensasi dengan ukuran yang masih relatif kecil. Ada tiga hal penting yang harus dipenuhi agar uap air yang ada di udara dapat terbentuk menjadi butir2 air dan seterusnya menjadi hujan:
1.     Adanya uap air
2.    Adanya inti-inti kondensasi
3.    Adanya proses pendinginan
Tipe-tipe Awan:

Secara umum dikelompokkan atas empat kelompok yaitu:
1.       Awan Tinggi (Cirrus, Cirrostratus dan Cirrocumulus) ketinggian > 6000 meter, suhu sangat rendah.
2.       Awan Sedang/pertengahan (Altocumulus dan Altostratus) ketinggian 2000-6000 meter.
3.       Awan Rendah (Stratus, Stratocumulus dan Nimbostratus) ketinggian 200 meter
4.       Awan yang Berkembang Vertikal (Cumlus dan Cumulonimbus)

KONDENSASI yaitu proses perubahan uap air menjadi air atau larutan. Di atmosfer, kondensasi dapat terjadi melalui tiga cara:
1.       Jika suhu udara turun hingga mencapai suhu titik embun tanpa penambahan uap air.
2.       Jika ada penambahan uap air tanpa pengurangan panas atau kenaikan suhu.
3.       Jika kapasitas udara menampung uap air berkurang akibat kenaikan tekanan ataupun penurunan suhu.

PRESIPITASI yaitu bentuk umum dari pengendapan atau pengembalian air yang telah di uapkan ke atmosfer jatuh kembali menuju permukaan bumi (daratan maupun lautan). Beberapa bentuk presipitasi: hujan, kabut, embun smog, glaze, salju, hail, graupel, sleet, dew, rime dan kepingan salju.
Berdasarkan proses terjadinya awan atau pengangkatan massa uap air, hujan digolongkan menjadi tiga tipe yaitu:
  1. Hujan Konvektif, tipe hujan yang terbentuk akibat penyinaran matahari secara intensif.
  2. Hujan Orografik, hujan yang terbentuk dari pengangkatan massa udara akibat halangan atau bukit.
  3. Hujan Frontal dan Hujan Siklonik, tipe hujan yang terjadi akibat adanya gangguan yaitu frontal akibat pertemuan massa udara yang sifatnya berbea (udara dingin dan hangat) dan Silklonik akibat pusat tekanan rendah.
SIKLUS HIDROLOGI yaitu adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.


Tiga metode perhitungan hujan wilayah:
1.    Metode Aritmatik
Metode ini menggunakan perhitungan curahhujan wilayah dengan merata-ratakan semua jumlah curah hujan yang ada pada wilayah tersebut. Metode  rata-rata aritamatik ini adalah cara yang paling mudah diantara cara lainnya (poligon dan isohet). Digunakan khususnya untuk daerah seragam dengan variasi CH kecil. Cara ini dilakukan dengan mengukur serempak untuk lama waktu tertentu dari semua alat penakar dan dijumlahkan seluruhnya. Kemudian hasil penjumlahannya dibagi dengan jumlah penakar hujan maka akan dihasilkan rata-rata curah hujan di daerah tersebut. Menurut Sosrodarsono (2003), secara matimatik ditulis persamaan sebagai berikut :
Rave = R1 + R2 + R3+........Rn
      n

Di mana :
Rave = curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun pengukuran hujan
R1….Rn = besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun (mm)
Contoh :
Suatu DAS terdapat lima stasiun pengamatan curah hujan dengan curah selama 24 jam sebesar 23,5 ;27,8; 28,4; 22,6;dan 32,0 mm. Hitunglah curah hujan DAS tersebutselama 24 jam ?

Rave = R1 + R2 + R3+........Rn
                  N
Rave = 23,5 + 27,8 + 28,4 + 22,6 + 32,0
                                   5
       =   126,3 mm
               5
       =  26,86 mm    

2.    Metode Thiessen Poligon
Rata-rata terbobot (weighted average), masing-masing stasiun hujan ditentukan luas daerah pengaruhnya berdasarkan poligon yang dibentuk (menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis penghubung antara dua stasion hujan yang berdekatan). Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan variasi CH besar Sosrodarsono (2003). Menurut Shaw (1985) dalam Mahbub, (2002) cara ini tidak cocok untuk daerah bergunung dengan intensitas CH tinggi. Dilakukan dengan membagi suatu wilayah (luasnya A) ke dalam beberapa daerah-daerah membentuk poligon (luas masing-masing daerah ai). Menurut Sosrodarsono (2003), secara matimatik ditulis persamaan sebagai berikut :
Rata-rata CH = R1(a1/A) + R2(a2/A) + R3(a3/A) + . . . + Rn(ai/A)
dimana R = jumlah curah hujan pada penakar/stasiun di daerah a
contoh :
Stasiun Pengamatan (t)
Luas (km2)
Rasio Luas
Curah Hujan (pi)
Curah Hujan (P)
1
100
0,14
85
11,9
2
120
0,17
26
4,42
3
150
0,20
34
6,8
4
160
0,21
76
15,96
5
180
0,25
56
14
Total
710


53,08

Langkah Pertama Menghitung Rasio Luas dengan Rumus:
Luas ai
Luas A

Dimana : a =Luas Wilayah
              A = Luas Total Wilayah


ai 1=  100
          710
     =  0,14


ai 2= 120
         710
     =  0,17

ai 3=  150
          710
     =  0,20


ai 4=  160
          710
     =  0,21

ai 5= 180
         710
     =  0,25

Stasiun
Pengamatan (t)

      Rasio Luas

Curah Hujan (pi)

Curah Hujan (P)*
1
0,14     
85
11,9
2
0,17
26
4,42
3
0,20
34
6,8
4
0,21
76
15,96
5
0,25    
56
14
Total


53,08
Curah Hujan (P) * = rasio luas x curah hujan (pi)

Menghitung Curah Hujan Rata-Rata Cara Poligon Menggunakan Persamaan :
Rata-rata CH = R1(a1/A) + R2(a2/A) + R3(a3/A) + . . . + Rn(ai/A)
                     = 0,14 x 85 + 0,17 x26 + 0,20 x 34 + 0,21 x 76 + 0,25 x 56
                     = 11,9 + 4,42 + 6,8 + 15,96 + 14
                     = 53,08 mm





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kondisi Dan Perubahan Iklim di Indonesia Saat Ini

Pengertia, Perbedaan, Unsur-Unsur, Pembagian Kawasan Iklim dan Cuaca

Pengertian, Struktur, dan Peranan Atmosfer